Artikel

Pemenuhan Sejati

Oleh: Yudit Lam

Fenomena banjirnya manusia di tempat-tempat hiburan seperti bioskop, tempat rekreasi, live show yang digelar di jalan-jalan protokol kota bahkan mal-mal di hari-hari libur, bisa menjadi pertanda makin banyak orang yang mencari tempat untuk berhenti sejenak, melepaskan rutinitas kehidupan. Fenomena lain yang telah jadi pemandangan biasa adalah orang tua, muda, dan anak-anak yang asyik dengan gadget masing-masing di area umum. Terjangkaunya harga gadget disertai membanjirnya aplikasi free game yang mudah didownload menjadi penyumbang keasyikan tersebut.

Benar adanya bahwa tak seorang pun bisa hidup seperti mesin yang berjalan tanpa henti. Semua orang butuh waktu jeda. Waktu yang diisi dengan sesuatu yang menyenangkan hati, merelekskan pikiran, meregangkan otot-otot tubuh, melepaskan ketegangan emosi. Pertanyaannya adakah hal-hal yang tersedia di sekeliling kita benar dapat memberikan suatu hiburan yang memenuhi kebutuhan kita baik secara fisik, emosi dan kejiwaan atau batin? Atau apa yang kita lakukan hanya sesekali lambat laun akan mengikat kita demikian kuat sehingga membuat kita kecanduan. Contoh misalnya dengan game pengisi waktu senggang, tetapi akhirnya justru game-game tersebut menjadi pengisi waktu-waktu kerja, waktu-waktu tidur bahkan waktu kumpul keluarga, dsb. Singgah di foodcourt dengan makanan ringan untuk sejenak beristirahat yang dilakukan sesekali akhirnya menjadi kebiasaan yang sepertinya melegakan yang akibatnya makin larut tiba di rumah dan makin sedikit waktu bersama keluarga.

Sepertinya, tanpa disadari, apa yang dilihat dan dirasakan yang sesaat menimbulkan kenikmatan, sering kali justru akhirnya menjadi pengontrol dan penentu hidup seseorang selanjutnya. Apakah hal ini menunujukkan kekeringan jiwa manusia yang membutuhkan pemenuhan? Kenikmatan sesaat terasa tidaklah cukup, kekurangpuasanlah yang terus mendorong untuk mencari kepuasan. Mengapa demikian?

Pada dasarnya, manusia sebagai mahluk hidup yang diciptakan dari debu tanah dan dihembusi nafas hidup oleh Allah (Kejadian 2:7) adalah mahluk yang hakikatnya berdaging dan beroh. Manusia adalah mahluk jasmaniah dan rohaniah. Daging yang dicipta dari debu tanah membutuhkan pemenuhan jasmaniah dari alam dan sesamanya; sedangkan nafas (yang bisa berarti juga roh) yang diberikan Allah itu membuat manusia memiliki kebutuhan rohani untuk berelasi dengan Sang Penciptanya. Ketika kebutuhan jasmaniah saja yang dipenuhi, maka rohaniah manusia akan menjadi lapar dan kering.

Pemenuhan secara rohani hanya bisa terjadi jika seseorang memiliki relasi dengan Allah secara intim, keintiman relasi terbangun kala pengenalan terjadi dengan dalam. Seperti sebuah anggota keluarga harmonis, sesama anggota keluarga memiliki pengenalan dan penerimaan yang dalam relasi mereka tiap saat. Pengenalan dan penerimaan terjadi karena mereka ada bersama (hadir) dalam kehidupan sehari-hari. Demikian pula relasi kita dengan Allah hanya bisa terbangun dengan intim jika kita memiliki pengenalan akan Dia dan pengalaman kehadiran-Nya dalam hidup keseharian.

Untuk dapat mengenal Allah lebih dalam dan mengalami kehadiran-Nya, la sudah menganugerahkan kepada kita Alkitab. Roh Kudus seperti yang dijanjikan-Nya akan menyatakan kepada kita kehendak-Nya saat kita membaca, mendengar, dan merenungkan Firman Tuhan sehingga kita disanggupkan untuk menerap Firman Tuhan yang menjadi syarat untuk mengenal Allah lebih dalam. Melakukan Firman adalah bukti bahwa kita meyakini pribadi Allah sebagaimana Dia ada, tetapi juga sekaligus bukti dari kehadiran-Nya. Hanya dengan kehadiran dan anugerah-Nya kita disanggupkan untuk hidup sesuai dengan Firman-Nya ditengah dunia yang menolak kebenaran mutlak (TRUTH).

Kehadiran Tuhan juga dapat kita rasakan melalui komunitas hidup dan peristiwa-peristiwa kehidupan selama kita hidup dalam ketaatan kepada kehendak-Nya, seperti yang Paulus katakan dalam Roma 12:1-2. Inilah kerohanian orang percaya, yaitu mempersembahkan hidup sebagai ibadah yang sejati yang berkenan kepada-Nya. Petrus dalam 2 Petrus 1:3 mencatat pengenalan akan Allah menyebabkan kita dianugerahi segala sesuatu untuk hidup saleh (godliness). Ini berarti bahwa pengenalan akan Allah
akan mengubah hidup seseorang makin serupa dengan Kristus. Hidup lama yang berpusat pada diri menjadi hidup baru yang terpusat kepada Kristus, hidup lama yang seturut dengan dunia berubah menjadi hidup baru yang seturut kehendak Allah.
Hidup lama yang seturut dengan daging berubah menjadi hidup baru yang dipimpin oleh Roh Allah.

Kala hidup baru yang kita jalani seturut dengan kebenaran Allah, tentunya hal ini akan berlawanan dengan segala jalan dunia yang bertentangan dengan kebenaran. Perlawanan yang terjadi tidak jarang akan juga menimbulkan penderitaan dari yang paling ringan sampai ke yang paling berat (contohnya kehilangan nyawa) seperti yang dialami oleh para Rasul dan para Martir.

Penderitaan mungkin merupakan hal yang ingin kita hindari. Tapi spiritualitas Kristen akrab dengan penderitaan, Yesus mengalaminya. Justru ditengah pergumulann-Nya menghadapi penderitaan Yesus memanggil Allah sebagai Abba. Penderitaan yang dialamiNya tidak melepaskan keintiman yang dijalin, tetapi justru mecerminkan kedalaman relasi yang ada. Menderita karena kebenaran bukan menderita karena dosa adalah anugerah bagi orang percaya (1 Petrus 2:19). Justru iman yang tetap bertahan di tengah penderitaan inilah yang mencerminkan kerohanian yang sejati orang percaya (1 Petrus 1:6-7).

Jadi kala perasaan galau, hampa, kosong, lonely, kering, kelelahan, kejenuhan datang merayap masuk dalam kehidupan kita, alih-alih mencari pemuasan ditempat-tempat hiburan, mari datang kepada undangan Yesus: “Marilah kepada-KU, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberikan kelegaan kepadamu, pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapatkan ketenangan. Sebab kuk yang Kupadang itu enak dan beban-Ku pun ringan” (Matius 11:28-30). Dan yakini pula kata pemazmur dalam Mazmur 65: 5 – Berbahagialah orang yang Engkau pilih dan yang Engkau suruh mendekat untuk diam di pelataran-Mu! Kiranya kami menjadi kenyang dengan segala yang baik di rumah-Mu, di baitMu yang kudus.