Bekerja dan Sabat
Fenomena dunia profesi
Ada seseorang yang beberapa kali beli sayur dan buah-buahan di supermarket, lalu disimpan di kulkas. Niat awal ingin masak sendiri dan makan lebih sehat. Tapi sampai sayur dan buah itu rusak, belum juga sempat diolah. Jangankan diolah, membuka kulkas saja seakan tidak sempat. Ternyata orang itu kewalahan karena tuntutan pekerjaan.
Di tempat lain ada seorang wanita yang sering diejek oleh teman-temannya, “Kalau di rumah, anak-anak manggil kamu apa, Mama apa tante?” Karena pagi-pagi ia sudah di kantor, pulang sampai larut malam. Mengapa demikian, lagi-lagi karena tuntutan pekerjaan yang seakan tidak ada habisnya.
Dari kedua contoh di atas kita dapat melihat bahwa kira-kira seperti itulah tuntutan dunia profesi saat ini. Ada satu pertanyaan buat kita: saat kita hadir di tengah dunia ini, menghirup udara yang sama, mengalami tuntutan yang sama, menghadapi kemacetan lalu lintas yang sama, lantas perbedaan apa yang kita tawarkan kepada dunia ini dengan gaya hidupnya yang bekerja demikian keras tanpa kenal waktu?
Perintah Tuhan tentang sabat
Waktu Allah mengatur kehidupan rakyat Israel, Dia memberikan perintah, “Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat.” Perintah yang unik ini menghasilkan satu gaya hidup yang membedakan umat Israel sebagai umat pilihan Allah dengan bangsa-bangsa lain di sekitar mereka. Mereka harus mengkhususkan satu hari untuk Allah dan untuk kebaikan seluruh umat. Mereka mengkhususkan hari itu untuk ibadah, tetapi mereka juga harus beristirahat. Ada dimensi sosial yang sangat jelas juga di dalam perintah Sabat ini karena Allah menyebutkan juga bahwa semua pegawai, semua ternak, semua orang asing juga harus beristirahat. Artinya, Sabat diamanatkan bukan hanya demi sebuah aksi kesalehan belaka, melainkan juga untuk kebaikan diri umat Israel sendiri dan demi kebaikan semua orang lain yang ada di Israel – entah mereka umat Allah atau bukan umat Allah.
Kelak, di Perjanjian Baru, kita akan melihat bahwa Sabat menjadi satu topik pertikaian yang tidak kunjung habis antara Tuhan Yesus dengan para pemimpin agama Yahudi. Waktu membicarakan poin-poin lain dari hukum Taurat (Mat. 5), Tuhan Yesus memberikan interpretasi yang begitu keras. Perintah “jangan membunuh” misalnya, diinterpretasi ulang dengan begitu keras sehingga “siapa yang marah terhadap saudaranya” pun harus dihukum; perintah “jangan berzinah” tidak sekedar berarti orang tidak boleh melakukan tindakan zinah secara fisik, tetapi orang yang berpikiran kotor pun sama saja sudah melakukan zinah, kata Tuhan.
Bagi Tuhan, Sabat ada untuk kebaikan umat manusia. Sabat ada agar umat dapat beristirahat, bersyukur, mengingat kebaikan Tuhan dan menyadari kembali bahwa segala sesuatunya menjadi mungkin karena Tuhan. Sabat juga ada demi kebaikan seluruh bangsa, agar orang-orang asing, janda, anak yatim, orang-orang yang tersingkir pun bisa mengamini bahwa Tuhan itu baik, bahwa Dia yang berkuasa dan Dialah yang harus menerima pujian, penyembahan, dan ucapan syukur.
Sabat adalah momen untuk menegaskan kembali identitas kita di dalam Tuhan: menyadari siapa Tuhan, siapa kita, bagaimana Dia sudah berkarya dalam hidup kita dan apa peran-Nya di dalam kehidupan kita: menyadari bahwa Dia yang berdaulat, Dia yang memelihara, Dia yang membuat segala sesuatunya menjadi mungkin. Dari cara Tuhan menafsirkan Sabat, kita dapat mengatakan bahwa Sabat tidak lagi secara kaku terpaku pada hari tertentu atau bahkan waktu tertentu. Kualitas dan pemaknaan Sabat itu sendiri lebih penting daripada secara kaku mengalokasikan waktu tertentu.
Pekerjaan yang bernilai
R. Paul Stevens, mantan pengajar di Regent College Kanada mengatakan bahwa pekerjaan yang penting bagi Allah adalah pekerjaan yang menjadi bagian dari mandat Allah (Kej. 1:28, 2:15). Pekerjaan seperti ini haruslah sejalan dengan rencana Allah dan dilakukan sesuai dengan cara Allah. Stevens mengutip Karl Barth yang memberikan kriteria pekerjaan yang sesuai cara Allah, yaitu: sepenuh hati menyelami pekerjaan itu, berkontribusi kepada kemajuan umat manusia, pekerjaan yang tidak menggunakan manusia semata-mata sebagai alat, pekerjaan yang telah digumuli dan direfleksikan secara internal, dan terakhir, hal yang terkait dengan pembahasan kita kali ini adalah pekerjaan yang tidak mengganggu gugat hari Sabat.
Bila pekerjaan itu sendiri sesuatu yang mulia berarti kita perlu dengan serius merefleksikan nilainya. Pekerjaan kita bukanlah sekedar untuk mencari nafkah untuk bertahan hidup. Pekerjaan adalah bagian dari tujuan hidup manusia dalam rangka memuliakan Allah dan menyatakan Allah di dunia ini.
Meneladani Allah
Istilah Sabat pada dasarnya berarti, “berhenti.” Tuhan memerintahkan umat-Nya untuk berhenti bekerja selama sehari setelah bekerja selama enam hari. Di Kitab Kejadian 2:2-3 dapat kita baca bahwa pada hari ketujuh Tuhan “berhenti dari segala pekerjaan penciptaan yang telah dibuat-Nya.” Dari makna “berhenti” muncullah istilah “istirahat” sebab memang berhenti bekerja identik dengan istirahat. Hari di mana Tuhan berhenti bekerja atau “beristirahat” dipanggil, Sabat. Gaya hidup Sabat melahirkan kehidupan yang berimbang dan hanya kehidupan berimbang yang dapat melahirkan kehidupan yang bernilai. Pada akhirnya hanyalah kehidupan bernilai yang dapat melahirkan berkat bernilai.
Sewaktu ditanya seseorang apa kiatnya sehingga ia dapat menulis begitu banyak buku yang memberi inspirasi kepada banyak orang, Scott Peck, penulis buku “The Road Less Travelled,” bertutur bahwa setiap hari ia menyisihkan waktu tiga jam untuk tidak berbuat apa pun. Dengan kata lain, tiga jam sehari ia menjalankan Sabat. Dalam tiga jam yang tidak diambilnya secara serentak itu, biasanya ia menggunakan sebagian untuk bersaat teduh dan selebihnya hanya untuk berdiam diri dan merenung. Tuhan tidak mementingkan jumlah. Tuhan tertarik pada kualitas, bukan kuantitasnya. Bila kita senantiasa berkejaran dengan waktu pada akhirnya kita akan menghancurkan hidup sendiri dan hidup orang lain. Sebaliknya, jika kita menyelaraskan hidup dan pekerjaan sesuai dengan pola yang ditetapkan Tuhan, pada akhirnya kita akan melahirkan berkat yang jauh lebih bernilai dan bertahan lama.